Aceh - Kamar pengantin itu tampak gemerlap. Kemilaunya bukan dari pancaran emas permata hadiah pernikahan Sang Sultan, tetapi karena sosok putri dengan kecantikan yang tak terlukiskan itu.
Perempuan itu Nian Nio Liang Khie. Pengantin Sultan Meurah Johan. Nian Nio Liang Khie yang telah berganti nama Putroe Neng tampak menunduk malu di sudut ruangan. Pancaran kecantikan Sang Permaisuri itu tak redup dalam keremangan. Betapa kebahagiaan Sultan Meurah Johan tak terperikan. Malam itu adalah malam pertama bagi keduanya.
Sultan Meurah Johan masih teringat. Sebelum putri laksamana Tiongkok itu dipersuntingnya, jangankan untuk saling mencintai, saling sapa saja tidak mungkin. Keduanya adalah musuh di medan tempur. Yang ada hanya hasrat untuk saling menghabisi.
Kala itu, ketika Islam belum menyentuh seluruh kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh, 2 ribu pasukan wanita berpakaian serba merah di bawah komando Nian Nio Liang Khie dan ibunya Liang Khie datang menyerbu. Mereka hendak menaklukkan Kerajaan Indra Jaya, Indra Patra, dan Indra Puri. Tujuannya, menyatukan sejumlah kerajaan di Pulau Ruja (Sumatera), masa itu.
Mendengar berita bahwa kerajaan tetangga diserang, Kerajaan Indra Purba yang dipimpin Indra Sakti bersiap menghadapi lawan. Saat itu, Raja Indra Sakti meminta bantuan laskar perang dari kerajaan Islam di Peureulak.
Liang Khie tewas dalam pertempuran, sementara Nian Nio Liang Khie menjadi tawanan perang. Dari dalam kurungan, pesona sang putri itu tak terbendung dan menarik hati siapa pun yang melihat. Sultan Meurah Johan, ulama dan pendiri Kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam pun demikian.
Baca juga:
Tony Rosyid: Plus Minus NU Dukung Anies
|
Kendati telah menikah dengan Putri Indra Kusuma, yakni putri bungsu dari Kerajaan Indra Sakti, tetapi, Sultan Meurah Johan urung membuang perasaan cintanya kepada Nian Nao Liang Khie. Dia sudah kadung terpana.
Setelah bergabung dengan Kerajaan Darud Donya, cinta Sultan Meurah Johan berbalas. Dia akhirnya menikahi gadis keturunan Tiongkok itu. Saat itu, Nian Nao Liang Khie masuk Islam dan mengubah namanya menjadi 'Putroe Neng'.
Baca juga:
Tony Rosyid: Komunikasi Yes, Koalisi No
|
"Siapa sangka, malam pertama yang harusnya menjadi malam bahagia bagi mereka, berujung kematian Meurah Johan. Tubuh Meurah Johan terbujur kaku dengan kulit tubuh membiru, " tutur Ali, penghayat sejarah dan budaya Aceh, asal Meulabo Selasa, 11 Desember 2018, pagi.
Putroe Neng terperangah. Dia geming. Membisu di samping tubuh suaminya yang sudah tidak bernyawa. Sultan Meurah Johan meregang nyawa beberapa saat setelah menyentuh pujaan hatinya itu.
Di atas, hanya awal perjalanan kehidupan cinta maharani asal Kerajaaan Tiongkok itu. Selanjutnya, ada 98 orang bernasib sama dengan Sultan Meurah Johan. Setiap yang menjadi suami Putroe Neng nan cantik jelata itu, pasti meregang nyawa pada malam pertama.
Saat itu, kabar bahwa Putroe Neng membawa sial merebak. Banyak orangtua takut anaknya mendekati janda kembang itu. Cerita kalau menikahi Putroe Neng membawa kematian menyebar cepat. Seiring itu, meroket pula cerita kecantikan Putroe Neng yang memesona.
Banyak pria mencoba mendekati. Betapa kecantikan dan keanggunan yang dimiliki Putroe Neng tak dapat ditolak. Satu persatu pria meminang, satu persatu pun dipinang, tetapi oleh kematian. Sebanyak 99 suami tewas di tempat tidur, sementara Putroe Neng hanya mampu menangis. Apa gerangan yang salah pada dirinya.
"Kisah Putroe Neng ini sangat fenomenal lho. Sempat ditulis dalam novel 'Putroe Neng' sentuhan epik Ayi Jufridar, berhalaman 384 halaman, " sebut Ali.
Pernikahan Nikah Menikah Perbesar
ilustrasi Foto Pernikahan (iStockphoto)
Kutukan berakhir saat perempuan yang kesepian dan selalu dirundung kesedihan itu dinikahi oleh Syeikh Syiah Hudam, yang tak lain adalah pria keseratus yang menikah dengan Putroe Neng.
Malam pertama mereka dilewati dengan kebahagiaan tak terperi. Kini Putroe Neng tak lagi merasa sepi dan sendiri. Sayangnya, hingga ajal menjemput, keduanya tidak mempunyai keturunan.
"Lalu, apa yang menyebabkan 99 suami lainnya tewas setelah menyentuh Putroe Neng di malam pertama? Nah, mereka meninggal gara-gara senjata, di kemaluan Putroe Neng. Ya, ada racun ditanam semacam susuk oleh nenek Putroe Neng di genitalnya, sebagai upaya menyelamatkan sang cucu dari tindak pemerkosaan zaman perang, saat itu, " kata Ali.
AngKhi, panggilan sayang Putroe Neng sewaktu kecil, ditaruh sesuatu di alat kelaminnya oleh sang nenek pada saat dia berumur 7 tahun. Saat itu, Khie Nai-Nai saat, nenek Putroe Neng, takut cucunya menjadi korban keganasan perang.
Namun, pada saat menjalani malam pertama dengan Syekh Syiah Hudam, dia sudah menyadari ada sesuatu yang tersimpan pada alat kelamin sang istri. Tanpa disadari Putroe Neng, diam-diam dia berhasil mengeluarkan susuk tersebut. Syekh Syiah Hudam pun melalui malam pertama dan malam-malam selanjutnya dengan selamat.
Konon, susuk tersebut dimasukkan oleh Syekh Syiah Hudam ke dalam sepotong bambu dan dipotong menjadi dua bagian. Satu bagian dibuang ke laut, dan bagian lainnya dibuang ke gunung. Setelah racun itu dikeluarkan, kecantikan Putroe Neng meredup.
Benar tidaknya cerita Putroe Neng memiliki seratus suami diragukan banyak pihak. Mereka menilai, itu hanyalah pengibaratan. Menggambarkan bagaimana komandan perang asal Tiongkok itu telah menaklukkan seratus pria di medan pertempuran.
Selain itu, kendati sudah banyak literasi mengenai Putroe Neng, tetapi, belum ada yang mampu mengungkap siapa 98 suami selain Sultan Meurah Johan dan Syekh Syah Hudam.
"Ya, kisahnya memang fenomenal. Namun itu cenderung dianggap mitos. Kita juga tidak tahu. Namun, yang pasti, yang namanya 'Putroe Neng' itu benar adanya. Ada kuburannya, " ucap Ali pada akhir ceritanya.
Kuburan Putroe Neng alias Nian Nio Liang Khie berada di pinggir jalan di Banda Aceh-Medan, tepatnya di kawasan 'Makam Putroe Neng' di Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe. Kompleks pemakaman ini sudah dipugar beberapa kali sejak 1978.
Dosen STIKES Darussalam Lhokseumawe